Dr.Robert
Titzer Ph.D adalah seorang professor,
infant researcher dan creator
dari program Your Baby Can Learn. Bulan lalu, ia mengunjungi Jakarta untuk
mengadakan berbagai macam seminar dengan judul-judul menarik seperti yang saya
datangi yaitu “Catch the Golden Period of
your Child –Learn How Our Children Learn“. Jujur, sebelumnya saya belum
pernah mendengar tentang Dr.Robert Titzer, jadi sebelum mendaftar saya sempat Google
dulu. Keluarlah video saat anaknya berusia 8 bulan dan sudah bisa membaca! Melihat
video tersebut, saya langsung semangat untuk cepat-cepat mendaftar ke
seminar tersebut. Ternyata memang banyak sekali informasi menarik di seminar
itu, yang menurut saya penting sekali diketahui oleh semua orang tua, terutama
yang anaknya berumur antara 0-5 tahun.
Dr.Robert
Titzer membuka presentasi dengan menjelaskan bahwa otak bayi dan balita
membentuk ribuan sel-sel baru setiap detik. Sekitar 75% masa otak terbentuk di
usia 2 tahun, sehingga stimulasi bahasa dan kognitif sangatlah penting! Lalu 90%
terbentuk di usia 5 tahun. Sehingga sangatlah penting bagi orang tua, untuk meluangkan
waktu-waktu berkualitas untuk anak di golden
age period atau 5 tahun pertama ini. Waktu yang kita luangkan sebagai orang
tua harusnya 75% untuk anak di 5 tahun pertama, karena effort yang besar dalam pendidikan dan perkembangan anak terutama di
2 tahun pertama, akan membuahkan hasil yang luar biasa di saat anak tumbuh
dewasa nanti.
Rasanya
saya merasa agak tertergur saat mendengarkan presentasi tersebut. Karena
walaupun saya rajin stimulasi Dio, dan suami juga orangnya sangat hands-on, namun jujur di setahun pertama
saya belum terlalu focus dengan hal-hal yang menstimulasi anak. Seperti orang
tua pada umumnya, dulu saya menganggap anak bayi itu gak terlalu mengerti
apa-apa, jadi frekuensi membacakan buku, dan mengajak bicara itu sangat kurang
di setahun pertama. Saya baru mulai rajin research, sekitar Dio usia 1 tahun,
dan mulai aktif beraktivitas macam-macam di usia 1.5 tahun.
Karena
itu, disini saya mau berbagi untuk para ibu, terutama yang anaknya masih bayi,
ayo jangan malas mestimulasi anak dengan membaca, ajak bicara, dan berperilaku
yang baik-baik. Walaupun kelihatannya anak hanya bisa nyusu dan tidur
saja, bayi itu mahluk yang sangat cerdas, dan sudah bisa merekam berbagai macam
perkataan, dan perilaku kita di otaknya. Namun jangan mengharapkan hasil yang
instan, walaupun sudah bisa merekam dari sedini mungkin, hasilnya baru bisa
dilihat sekitar 6 bulan kemudian. Tetap semangat, dan jangan mudah menyerah!
Selain
stimulasi yang tepat, jangan lupa memberikan nutrisi yang seimbang, dan makanan
bergizi untuk perkembangan otak yang maksimal. Bonding yang seimbang oleh ayah dan ibu juga sangat penting di usia
dini. Jangan menganggap bahwa hanya ibu yang perlu banyak berinteraksi bersama
anak, namun ayahpun harus mengeluarkan effort
yang sama besarnya untuk perkembangan emosi anak yang maksimal.
Baru
tahu juga bahwa window of opportunity
untuk mempelajari bahasa paling tinggi di usia 0-4 tahun. Di usia ini anak
dapat menyerah bahasa dengan sangat cepat, tentunya dengan method yang benar.
Dr.Robert Titzer menjelaskan method-method tersebut or what he called ‘Language Acquisition’:
- Receptive Language
Bicaralah
sesering mungkin dengan anak, emphasize kata-kata
yang penting, dan buatlah suara yang menarik untuk didengar anak. Jelaskan indera
perasa anak. Gunakan kata-kata yang simple
tapi descriptive. Menurut Dr.Robert
Titzer, 50 kata pertama adalah kata-kata yang tersulit untuk diingat dan
diucapkan oleh anak, sehingga ulang-ulang beberapa kata dasar yang common dan sering dipakai di percakapan
sehari-hari. Setelah bayi mulai berbicara dan bisa sekitar 50 kata, akan cepat
sekali untuk anak menyerap kata-kata baru setiap minggunya sehingga mulailah
menggunakan kata-kata yang lebih bervariasi.
Perkenalkan
shape
bias. Shape bias adalah
memperkenalkan bentuk dan fungsi benda terlebih dahulu, dibandingkan warna,
tekstur ataupun ukurannya. Kebiasaan orang tua (termasuk saya), selalu
mengelompokan benda-benda sesuai dengan warna duluan, which is wrong (according to Dr.Robert Titzer). Karena warna
memiliki gradasi warna yang banyak (misalkan biru, ada biru muda, biru tua,
biru laut, dst), memperkenalkan warna duluan sering kali membuat anak bingung
karena semua warna dengan shade yang
berbeda kita sebut dengan nama yang sama. Lebih baik mengenalkan anak dengan bentuk
terlebih dahulu. Mengelompokan benda sesuai dengan bentuk, lebih masuk akal
karena dengan mengenal bentuknya, anak lama kelamaan juga akan mengenal fungsi
benda-benda tersebut. Setelah anak lebih mengerti bentuk dan fungsi benda,
barulah kita mulai perkenalkan warna dengan cara yang tepat.
- Expressive Language
Bicara
pada anak dengan ekspresif dan body language yang ‘heboh’. Anak akan lebih
merespon gaya bicara yang ekspresif dan jelas, dibandingkan dengan pelan-pelan.
Contohlah pendongeng, ataupun guru TK, bicara seperti itu menarik dan lebih
mudah dimengerti oleh anak-anak.
- Second language
Perkenalkan
bahasa selain mother tongue anak,
sedini mungkin. Menurut Dr.Titzer, 4 tahun pertama adalah masa penyerapan
bahasa paling tinggi. Di tengah seminar ada yang bertanya “Sekarang ini banyak
anak yang speech delay. Setelah di diagnose, kebanyakan speech therapist maupun
dokter, seringkali berkata bahwa telat bicaranya terjadi karena anak diajarkan
2 bahasa sekaligus, apakah benar begitu?”. Menurut Dr.Titzer “Masalah bukan
berasal dari perkenalan 2 bahasa tersebut, melainkan cara pengajaran dan penyampaian
dari orang tua yang kurang tepat. Kalau mau memperkenalkan 2 bahasa secara
bersamaan, semua benda dan kalimat harus dijelaskan dengan 2 bahasa tersebut
dengan lengkap, jangan sepotong-sepotong. Yang sering dilakukan orang tua
adalah bicara dengan gaya bahasa yang campur-campur, nah itu salah dan
membingungkan untuk anak. Kalau mau sekaligus ya benar-benar harus di artikan
semuanya. Setelah bicara dengan full bahasa Indonesia, lalu full artinya dalam
bahasa inggris.”. Dr.Titzer menyarankan mengajarkan anak 3-4 bahasa sedini
mungkin.
- Written language
Yang
salah dengan cara belajar membaca di sekolah pada umumnya adalah,
memperkenalkan huruf satu persatu dengan terpisah (Eg: A-B-C, Ba-Bi-Bu-Be-Bo).
Sedangkan, metode Dr.Titzer menyarankan sebaliknya, yaitu langsung perkenalkan
dengan kata-katanya ‘APEL’ ‘AYAM’ ‘ANGGUR’. Tunjukan kata-katanya, foto benda
tersebut, dan sering kita ucapkan di depan anak dengan pronunciation yang jelas. Kita bisa print sendiri, membuat slideshow,
atau menggunakan flashcard. Apabila
kita rajin dan konsisten, lama-kelamaan anak itu bisa mengenali huruf-huruf
tersebut dari bentuknya, kemudian dapat menyambungkan sendiri rangkaian
kata-kata lain.
“Early reading ability may actually have a
positive casual influence on intelligence”
Karena
saat presentasi agak terburu-buru, kira-kira sekian informasi yang bisa saya
bagi. Namun di waktu yang singkat tersebut, saya merasa banyak manfaat dan ilmu
yang saya dapatkan. Sehingga sayang sekali apabila saya tidak bagi kepada orang
lain. Informasi diatas merupakan penangkapan saya pribadi terhadap informasi
yang diberikan Dr.Robert Titzer. Untuk yang pernah mendengar juga, atau lebih
memahami metode pembelajaran diatas bisa sharing juga di komen dibawah. Thank you Reading is Fun Jakarta & Brawijaya Hospital for organizing
this event!
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete